Oleh Dyah Ayu Fitriana

Cublek-cublek suweng….
….
Salah satu lagu dari permainan masa kecil, yang saya yakin semua pembaca yang hidup di era itu akan merasa sangat rindu.
Membicarakan budaya Indonesia rasanya tidak akan ada habis-habisnya. Dari sabang sampai merauke, dari tanah abang sampai ternate hehe. Indonesia memiliki beragam budaya yang khas di setiap daerahnya. Sebagai orang indonesia kita seharusnya patut untuk bersyukur dan bangga menjadi bagian darinya. Beribu kepulauan rasanya telah cukup menunjukkan keindahan keberagaman di Indonesia.
Salah satu budaya yang sangat berkenang dibenak saya yakni permainan-permainan tradisional yang ada di masa kecil saya. Ada banyak sekali, beberapa yang paling senang dimainkan yakni Jumpritan (Petak umpet) bak-bak’an atau engklek, betengan atau gobak sodor. Dan masih banyak sekali permainan seru yang sering kami mainkan.
Tapi saat ini, permainan-permainan tradisional nyatanya sudah mulai memudar dari kehidupan anak-anak. Anak sekolah dasar jika pulang ke rumah sudah tidak lagi berkumpul dengan temannya di lapangan untuk bermain. Alih-alih mereka lebih memilih duduk di rumah memegang Gadget dan memainkan game online-nya. Nggak percaya.. liat aja deh adik anda, atau adiknya tetangga anda, atau adiknya teman hhe.
Dampaknya apa? kabar baiknya anak-anak ini semakin kreatif dan imajinatif karena bisa memainkan permainan yang canggih. Namun tahukah kita bahwa sesungguhnya permainan tradisionnal pun banyak membawa manfaat? bermain dengan teman sebaya, menggerakkan badan dan berinteraksi dengan mereka akhirnya akan membantu perkembangan anak. Anak akan menjadi semakin lincah dan mudah berkomunikasi dengan orang lain. Mereka akan cenderung bisa berlaku lebih ramah daripada generasi yang lebih menyukai terpatut sendiri dengan gadgetnya.
Globalisasi telah membawa kita ke dunia baru yang penuh dengan kecanggihan. Namun sebisa mungkin kita harus menjaga dan melestarikan budaya asli kita. Jangan sampai diakui negara lain baru deh protes. Jangan sampek di tanyai tentang budaya lokal sendiri nggak tahu. Atau malah nggak bisa bicara dengan bahasa daerahnya sendiri.. Duh jangan deh malu-maluin kucing 🙂
Pondok Pesantren Darun Nun Malang