Sastrawan itu untuk apa?
oleh : zahra
Saya mahasiswa sastra, belajar sastra,tapi sebenarnya apa gunanya seorang sastrawan? Terkadang saya bingung ketika mereka memberondongi saya dengan pertanyaan yang selalu sama, apakah gunanya seorang sastrawan? Berapa seorang sastrawan akan dibayar? Apakah masyarakat membutuhkan seorang sastrawan? Dan pertanyaan mereka selalu berakhir dengan senyuman penuh arti. Saya hanya diam, memandangi gerakan bibir mereka yang saya fikir lucu, dalam kepala saya, Cinta Tuhanlah yang menggerakkan bibir itu untuk bergerak, kepedulian yang Allah tanamkan dalam hatinyalah yang mengajakku untuk kemudian berfikir”. Saya tersenyum, “Kawan, aku akan mencoba menjawab pertanyaanmu, pertama, apa gunanya seorang sastrawan, tahukah kamu bahwa sesungguhnya penguasa dunia adalah seorang sastrawan, seseorang yang pintar dalam retorika dan manis dalam kata, meskipun sebagian dari mereka brengsek dan licik tapi asas yang mereka gunakan adalah milik para sastrawan. Ulama dan sufi yang telah mencapai hakikat pun adalah seorang sastrawan mereka yang telah mengenal Tuhan dan mampu menyematkan Alquran dalam hati dan linangan mereka, mereka yang telah melihat keajaiban malam, sesungguhnya hati mereka adalah hati seorang sastrawan. Baiklah bila itu terlalu jauh untuk dapat kau cerna kawan, aku tau ilmu “1+1=2” mu telah terlalu lama menyempitkanmu dan membuatmu takut untuk mengatakan bahwa “1+1=2,3” atau bahkan “4”. Coba kau lihat para pahlawan negara kita, tidakkah kau pernah mendengar orasi-orasi mereka yang telah berhasil membakar semangat perjuangan dan mampu melumasi bambu-bambu runcing mereka dengan racun-racun semangat yang menghabisi sukma-sukma ringkih yang hanya tau bagaimana menguasai dan mengeksploitasi? Ayolah kawan, mereka tidak akan mampu menumpahkan kata-kata itu bila mereka tidak memiliki hati dan fikiran seorang sastrawan. Masihkah kau mengatakan mereka tidak berguna? Kedua, berapa sastrawan akan dibayar, bolehkah aku kembali bertanya, “Apakah Tuhan memberikah kepuasan kepada hati seseorang hanya dengan uang?” Sepertinya aku tidak perlu menjawabnya sekarang kelak, ketika kau telah pensiun dari kantor atau perusahaanmu, menikmati uang pensiunmu yang sedikit itu bersama cucu-cucu dan anak-anakmu, oh iya juga tagihan pajakmu dan tagihan rekening yang menghiasi akhir hidupmu, menua, kehilangan penghormatan dari masyarakat dan kemudian menghilang, kau akan tau. Dan sastrawan, bayaran mereka bukan mensejahterakan badanya yang kelak akan dilupakan, tapi mensejahterakan hati dan jiwa yang akan selalu ada bahkan kekal. Ketiga,apakah masyarakat membutuhkan sastrawan, lihatlah sekitar mu segerombolan mereka yang bahkan tak pernah mengenal hati mereka, mereka menangis tapi hati mereka membatu, mereka iba tapi kelicikan menyelimutinya, mereka berdoa tapi lupa siapa Tuhannya, dan mereka mencintai tapi kefanaan yang mereka cinta sastrawan dan kelembutan hati mereka hanya perlu “diam” menunggu mereka jengah, menjaring kejemuan mereka, dan kelak mereka akan datang seperti segerombolan “zeke” yang membutuhkan pembiak baru.
Sastrawan punya cinta, ketenangan, kecerdasan dalam kata,ucap, dan gerakan. Sastrawan yang sesungguhnya akan mampu menggenggam dunia dan menciptakan kedamaian..
Tapi sebagian mereka masih ragu, dan takut bahkan cemas dengan kehidupan..
Banggalah menjadi sastrawan asah dan kembangkan, karena tidak semua orang sadar bahwa sastrawan adalah penggerak dunia.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang