December 8, 2023

Bukan sekadar ibu rumah tangga
Oleh : zahra

Keluarga adalah investasi dan proyek besar yang paling penting untuk diperjuangkan. Pernyataan menarik ini muncul ketika saya membaca sebuah artikel di internet siang ini tentang seorang wanita hebat yang berkeliling dunia sekaligus berbisnis bersama suami dan 11 anaknya, Lenggogeni Faruk seorang pengusaha dan penulis UI yang mendadak terkenal dengan keluarga halilintarnya. Juga tentang Hasri Ainun Habibie seorang ibu negara, ibu rumah tangga, sekaligus istri hebat yang menjadi salah satu alasan sukses dari salah seorang manusia paling cerdas di Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie. Atau yang lebih baik dari mereka semua adalah ibu kaum muslimin sepanjang masa Sayyidah Khodijah r.a, yang telah menggadaikan harta, tenaga, bahkan nyawanya untuk dakwah islam. Beliau adalah istri, ibu, penyemangat, penasehat, pelipur lara, penghibur hati, dan penenang hati Nabi SAW. Sehingga cinta Nabi kepada beliau tidak pernah terduakan sampai beliau wafat. Beliau juga adalah ibu yang telah berhasih mendidik anak-anaknya sehingga muncul pribadi-pribadi menawan seperti Sayyidah Fathimah, yang kelak menjadi penghulu wanita surga.

 Yang menarik dari ketiga tokoh luar biasa diatas adalah kesamaan profesi mereka sebagai ibu rumah tangga. Laki-laki dan perempuan telah memiliki porsi tersendiri dalam kehidupan. Contoh kecil dari perbedaan porsi antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga adalah, bahwa Laki-laki bekerja dan perempuan juga bekerja. Tapi laki-laki bekerja untuk nafkah lahiriah. Mengayakan dan mensejahterakan keluarganya, Mengusahakan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya, dan menjadi pemimpin serta tauladan bagi keluarga.Sedangkan perempuan bekerja untuk lahiriah dan bathiniyyah. Jika seorang laki-laki mungkin adalah seorang pengusaha, karyawan atau pekerja kasar, maka ibu rumah tangga adalah pengusaha, peneliti, karyawan handal, pembantu terajin dan tercantik, arsitek, sikolog, manajer keuangan, guru sains, seniman, guru agama, guru berhitung, filosof, dan mungkin ia dapat menjadi lebih hebat dari hanya sekedar menjadi ibu rumah tangga yang selama ini sering dipandang sebelah mata oleh sebagian perempuan. Pendeknya mereka dalam berfikir menggiring mereka pada sebuah pengertian bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga adalah awal dari perbudakan tiada akhir yang menjadikan mereka seorang buruh bertangan kasar,atau sekedar geng berdaster beraromakan asap dapur sangit yang bergosip kesana kemari sambil menggendong anak-anak balita mereka yang tidak kalah sangit. Bahkan paranoid mereka terhadap ibu rumah tangga, ketakutan mereka pada perubahn sikap suami setelah menikah, kekhawatiran mereka tentang pengkhianatan, suami mati muda, tantangan hidup, dan berbagai macam alasan yang masih ” bagaimana kalau” membuat mereka ragu untuk melangkah dalam tahap pernikahan dan menjadi seorang “ibu” yang sesungguhnya.

Islam tidak pernah mengajarkan seorang perempuan untuk menjadi lemah, atau menyerah pada nasib yang akan sangat mudah mematahkan dirinya. Dengan menjadi seorang ibu rumah tangga maka sesungguhnya disanalah kekuatan terbesar perempuan akan di uji. Alasan bahwa gaji suami tidak cukup untuk menghidupi keluarga, atau ingin hidup mandiri adalah alasan-alasan klasik yang telah terjawab oleh banyak fakta yang ada tentang bagaimana seorang ibu rumah tangga sejati mampu survive dalam kehidupan berbisnis maupun bersosial dengan lingkungannya tanpa mengabaikan tugas pokok menjadi sekolah utama bagi anak-anak mereka dan menjadi seorang ibu yang pantas untuk ditiru serta dibanggakan. Kebanyakan justru menemukan jalan rezekinya ketika mereka berusaha untuk menjadi ibu rumah tangga yang sesungguhnya.

Pernyataan bahwa keinginan setiap wanita adalah dapat hidup mandiri tanpa bergantung pada suami atau orang lain tidaklah salah. Tapi siapa suami yang mau ditinggal tiga hari, empat hari, atau seminggu oleh istrinya untuk rapat sementara anak-anaknya merengek karena merindukan ibunya? Atau siapa suami yang kuat melihat rumah masih berantakan ketika dia lelah selepas bekerja, anak-anak tidak terurus, dan setiap hari harus sarapan, makan malam di warteg?. Juga anak mana yang tidak marah ketika ibunya lebih memperhatikan pekerjaan dibanding dirinya? Bahkan saya yakin seorang wanita yang lebih mementingkan karirnya sekalipun akan marah ketika dimasa kecil mereka sang ibu lebih memperhatikan pekerjaannya daripada mereka.

So, Karir terbesar dalam hidupmu adalah keluargamu. Maka jangan ragu untuk melangkah, lakukan tugas kalian sesuai porsi, jangan malu untuk menjadi ibu rumah tangga, karena sesungguhnya mereka adalah penyebab utama kesuksesan suami dan anak-anak mereka.

Pondok Pesantren Darun Nun Malang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *