Amanah al Mubtada
Rindu menerangkan betapa surat cintaku terbalas kala tengah malam kau datang dan temui diriku. Namun aku nyaman terjebak dalam mimpi.
Aku hanya merayap mendekat malas, namun sekejap kau datang dengan berlari.
Inikah cinta? Jika cintamu semurni hati bayi, maka cintaku hanya secuil angan. Tak punya muka tuk ku minta apa. Tercicit di sudut hampa, tak punya asa, lupa segala cinta, meski telah disebut namamu dengan banyak kata. Untuk apa hidup, untuk apa setiap doa? Bila mata hanya rasakan hampa dunia. Bila kedalaman rasa hanya berisi cerita dan pekatnya dosa.
Masihkah diri ini punya harga tuk menatap menelungkup di lereng kuasamu? Dengan segala noda kupersembahkan raga hitam pekat nan telanjang. Dengan jemawaku, kau kan sambut diriku dengan riang. Dengan kebengahan dan kepercayaan, cintamu lebih banyak dari marahmu. Kau tak mungkin bisa benar-benar marah. Kau tak mungkin menutup hati padaku yang kau cinta.
Tak mungkin
Tak mungkin
Atau mungkin saja kau telah lupa dan abai padaku? Hanya aku dan kepongahanku yang menjijikkan.
Maaf, Aku yang melukai sucimu
Pondok Pesantren Darun Nun Malang