November 30, 2023



Dyah Ayu Fitriana @fitri_yesss

Saya tidak pernah merasa benar-benar kekurangan uang, kecuali hari itu. Saat setelah saya memutuskan untuk berkata “Bapak izinkan saya belajar menghidupi diri saya sendiri”. Untung saja bapak dan ibu merupakan orang tua yang diplomatis. Beliau selalu memberikan kesempatan pada anaknya untuk mengambil keputusan, tentunya juga bertanggungjawab atas keputusan itu. Dan sekali lagi hal itu bukan karena gaji saya banyak atau gengsi untuk menerima uang, melainkan hanya sebuah cara memaksa diri untuk belajar hidup di berbagai keadaan.
            Ada banyak hal yang ternyata harus saya pelajari dari keadaan itu. Pertama, rezeki adalah sesuatu yang sangat misterius. Ia akan tetap datang meski kita hindari, namun terkadang pergi walau dengan usaha apapun kita cari. Dalam melangkah memang tak perlu tergesah. Kadang kita selalu meminta hal yang instan, lihat temen udah sukses punya bisnis, kepingin. Lihat orang lain jalan-jalan ke luar negeri, kepingin. Padahal ada yang dinamakan “proses”. Proses itulah yang akhirnya menuntun kita untuk menjadi lebih baik. Selanjutnya seperti yang selalu digaungkan oleh Ustad Halimi “Jangan melamar, kamu akan dilamar”. Maksudnya jika kita punya skill, pengetahuan, dan kemampuan maka tidak perlu repot-repot melamar pekerjaan, melainkan kita yang akan dicari.
Kedua, terbatasnya pemasukan akan mengubah cara kita untuk menghargai uang. Setelah saya telusuri, ternyata pembengkakan pengeluaran saya tadi dikarenakan pembelian buku yang tak terkendali. Saat itu awal perkuliahan yang mengharuskan banyak melahap buku. Selain itu hobi saya membaca novel dan buku-buku menarik lainnya juga mengambil andil dalam pembengkakan itu. Akhirnya satu hal yang harus saya sadari, bahwa kita perlu membuat anggaran keperluan tiap bulan. Mana kebutuhan pokok dan mana yang tambahan. Ini sangat penting untuk menghindari terbengkalainya kebutuhan pokok karena khilaf membeli kebutuhan tambahan.
Ketiga, berbeda dengan teman sebaya itu nggakpapa. Hal lucu ini terjadi ketika teman saya mengirim sebuah pesan singkat “Ngopi yuk”, sangking tidak ada uang, ngopi-pun saya harus berpikir ulang. Akhirnya terjadi dilemma, apa saya tetap hadir ke sana demi kumpul bersama teman, atau saya pilih untuk pulang mengerjakan tugas di rumah karena memang anggaran sudah sangat menipis. Terkadang ketika tidak mengiyakan teman ada rasa “Ih anak muda, kamu kok gitu banget sih nyeriusin hidup” dan selanjutnya ada rasa kenapa aku nggak kayak mereka aja. Nah kawan, nggakpapa kalau kita berbeda dengan teman. Setiap orang memegang prinsip yang berbeda, kemampuan untuk memaklumi jika kita boleh mengambil keputusan berbeda dengan teman sebaya adalah sesuatu yang penting. 
Keempat, Mental kaya tidak dilihat dari jumlah harta. Ini bukan alibi seorang yang miskin ya hehe. Malah saya mau bilang, kalau kita bermental kaya seharusnya tidak ada satu hal pun yang serasa mahal atau murah. Ia tergatung apakah kita butuh atau hanyalah untuk kesenangan belaka. Membeli yang butuh walau berbandrol mahal, dan menghindari membeli meski diskonnya berpuluh persen.
Memang dalam melangkah menuju kejayaan ada beberapa hal yang harus rela kita korbankan, rela mengenyampingkan kesenangan bersama teman, rela untuk membeli secukupnya, dan mau untuk menikmati proses.  

 

Pondok Pesantren Darun Nun Malang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *