November 30, 2023
Oleh:
Nur Sholikhah


Sebentar lagi pertarungan akan segera dimulai, ya mungkin tinggal menghitung hari. Sementara panggung semu itu sudah disiapkan jauh sebelum semua siap bertarung. Aku hanya mampu sebatas menatap, mengerutkan kening karena tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Ku lihat mereka berlomba-lomba mengeruk tanah dan memendam dirinya sendiri. Menggali lubang dan menutupnya lagi dengan hiasan-hiasan yang mewarnai. Apakah itu sebuah konsep untuk terapi? Terapi merawat diri agar kelak menjadi yang tertangguh di negeri ini?
Di setiap hari yang ku temui, para petarung seakan merubah dirinya menjadi pahlawan bagi siapa pun. Keyakinan masing-masing begitu besar hingga tak mampu di tampung oleh angan-angan yang lebar. Ketika satu pihak mewarnai gambar dengan sedikit goresan yang keluar dari garis tepi, maka satu pihak lainnya akan menebali goresan itu dengan warna yang lebih tajam. Semua itu dilakukan untuk sebuah maksud tertentu yang ku rasa semua orang pasti sudah tahu. Namun aku salah mengira, ternyata masih banyak yang menganggapnya bukan sebuah makna. Sungguh pertarungan ini ku rasa hanya gurauan anak-anak kecil di kala senja.
Jika waktu telah menunjukkan saatnya, saat dimana suara mereka sangat dibutuhkan untuk memenangkan pertarungan. Janji-janji diumbar bak kapas ringan yang beterbangan, omongan-omongan penuh keyakinan diutarakan tanpa sungkan. Yang disana mencoba menjatuhkan disini, dan yang disini mencoba menenggelamkan kepalsuan. Bahkan terkadang lembaran uang dan bingkisan sembako menjadi senjata paling ampuh untuk mengambil hati dan suara mereka yang terbeli.
Laris manis, suara mereka terjual begitu miris. Tak ada tawar menawar, tak ada kesepakatan, namun persaingan harga masih bisa berjalan. Tak ada yang perlu mereka takutkan karena ada janji di setiap transaksi. Mungkin mereka tidak tahu atau hanya pura-pura tidak tahu bahwa ternyata propaganda-propaganda itu dapat membunuh diri mereka sendiri. Atau karena faktor ekonomi? Menganggap yang pantas untuk maju ke peraduan adalah yang memberi? Sungguh aku tak mengerti kemana arah hilangnya sang pelangi.
Pertarungan tetaplah pertarungan, selalu ada korban yang harus dijatuhkan. Kalah menang sudah menjadi takdir di setiap babaknya. Meski yang bertarung adalah mereka-mereka yang berdasi dan berpakaian rapi, tetap saja namanya adalah pertarungan. Pertarungan yang tak memandang siapa lawan dan siapa korban, yang terpenting adalah yang menang. Pertanyaannya sekarang adalah siapakah yang akan menang? Yang menang adalah jiwa-jiwa berhati lapang. Dan siapakah yang menjadi korban? Maka tanyalah diri kita sendiri yang menanggung beban.

 

Malang, 10 November 2017
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
Perumahan Bukit Cemara Tidar f3 no.4

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *