![]() |
Pict Source: Wiwik Setiawati |
PARADE JUANG 2018
/1/
Manakala perosotan tiada lagi nampak melucut
Dari ujung hingga alas terjalnya
Manakala seuntai benang terhajar oleh kusut
Mungkin saja segumpal ruh itu masih kukuh berselimut
Maka restuNyalah yang menjadi ajang pencarian selanjutnya
Pernah tak perkasa, barangkali iya
Mengendapkan ilusi, mengais-ngais sebongkah tanda
Pikir normalku menyemburkan berbagai hembus tawanan
Sebelum ia sepi, pucat,
…menepi, menegang
Sebenarnya hendak kusambut dengan tawa, bilapun bisa,
Kucoba merepetisi stempel riang tanda siaga
/2/
Di sela-sela lima waktu
Larutan yang kuaduk tak kunjung bersoda
Lalu garapanpun tak kian tersudahi
Bersediakah gumpalan keringat, semangat, nan membuncah?
Kecuali melempar segenggam garam agar meriang
Pernah rasa tak cukup bersedekah hanya dengan mimpi
Manusia macam apa aku ini bila tak kunjung beri kode pasti
“Tunggulah saja, tunggu”
Hendak menanam namun badan tiada terisikan
Tunggulah saja, disitu!
Doa-doa kian guncang kulaporkan
Mohonku pada kesempatanNya, “tunggulah daku”
Hendak bangkitkan emosi seraya menggesitkan diri
Akan tergarapkan paduan teori, juga segenap aksi
Tak bersia-sia tinggi jika ada sokongan inspirasi
/3/
Dan akhirnya menghempaskan diri dari sungkuran, hentakan, kekasaran
Mengkilas balik padu padan agar ada yang
dibesarkan
Dalam ruai kemakmuran
Yang pasti kan terbukti
1945 tak boleh ternodai
Waktu takkan terulang lagi di hari nanti
Hingga tiada guna tuk basa-basi
Nusantaraku harus segera kuiringi
Dengan langkah mengkritisi hingga lembut memberi arti
Menyeruakkan sekeras-kerasnya jenjang kontribusi
Mengencani mimpi, tiada yang tak pasti
Namun biarlah, meski yang lain memungkiri
Mengapa sulit, mengapa terhimpit?
Ha? Aku ini macam apa?
Jika mimpiku kelak tak mungkin tak mau menggenap
Maka
Kami, kamu, dan aku harus tetap berdedikasi
Kutengadahkan tangan, kuakhiri dengan Ya rabbal ‘alamin
Malang, 14 November 2017
Indah Nurnanningsih
Dipublikasikan pada Semanggi Fair 2017
Malang, 21 November 2017
Pondok Pesantren Darun Nun Malang