December 8, 2023

By : Siti Khoirun Niswah
PP. Darun Nun Bukit Cemara Tidar Malang
Seseorang yang sangat hebat, beliau tak lain adalah pengasuh pondok pesantren Darun Nun. Selain pakar bahasa dan literasi, beliau juga pakar rumah tangga. Bagaimana tidak? Beliaulah yang mengambil alih semua pekerjaan rumah ketika belahan jiwanya sakit. Beliau tidak meminta bantuan pada siapapun termasuk santriwatinya. Padahal dulu saat aku masih menimba ilmu di pondok pesantren salaf, kegiatan pak kyai adalah duduk mengaji dan menghafal Al-Quran sedangkan  yang mengerjakan pekerjaan rumah adalah santriwatinya. Mulai dari memandikan ning dan gus, masak, mencuci piring, mencuci baju, mengantar ke sekolah dan mengajak bermain, bahkan terkadang ning dan gus pun ikut tidur bersama santriwati.
Beliau ini adalah seorang pengasuh, ketua jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Maliki Malang. Namun kegiatannya yang super padat membuat para santrinya terheran-heran. Mulai dari pagi mengantar ning dan gus berangkat ke sekolah, kemudian pergi ke kantor. Ketika belahan jiwanya sakit, beliau yang mengerjakan semua pekerjaan rumah. Masak, mencuci baju, membersihkan rumah. Belum lagi ketika ning dan gus merengek meminta ini itu.
Pagi hari itu aku mendapat pesan whastApp dari beliau yang berisi permintaan bantuan. Itupun pertama kalinya beliau meminta bantuan kepadaku. Biasanya, jika beliau meminta bantuan pada para santriwatinya selalu lewat grup. Itupun hanya meminta tolong untuk menjemput atau mengantar adik ketika bu nyai sedang di kampus atau sedang sakit. Beliau meminta tolong padaku untuk mencarikan mahasiswa yang bisa tinggal di ndalem dengan fasilitas sepeda motor untuk ke kampus, makan dan mandi gratis di ndalem serta uang saku  per bulan. Tugas yang harus dikerjakan adalah menemani ning dan gus untuk belajar, mengantar dan menjemput mereka ke sekolah serta menemani istrinya di ndalem. Karna kondisi bu Nyai yang sakitlah hingga membuat beliau mencarikan teman untuk ning dan gus.
Sepintas terlintas dalam anganku, beliau sampai mencari orang untuk bisa menemani mereka. Lantas santrinya kemana? Padahal hanya mengantar dan menjemput serta menemani mereka. Waktu itu aku bertanya langsung kepada beliau mengapa tidak meminta bantuan kepada para santriwatinya saja. Lalu beliau menjawab, “Saya tidak mau merepotkan mbak,takut menganggu kegiatan mereka”. Saat itu, perasaanku tidak enak mendengar pernyataan tersebut. Aku yang sudah tidak ada kuliah, namun sibuk sendiri dengan urusan lain. Aku telah melupakan adat santri saat di pondok dahulu.
Kalau kuingat kebaikan beliau, apa yang tidak diberikan pada santriwatinya? segala kegiatan pondok beliau selalu siap membantu dalam hal finansialnya. Misalnya mengadakan seminar dan mendatangkan pemateri yang bisyarohnya selalu ditanggung beliau, mengikutkan santriwati dalam seminar bahasa arab di luar pondok tanpa membayar sepeserpun. Ketika ada kerusakan bangunan di pondok beliau juga yang memberi upah untuk tukang yang membenahi pondok. Santriwati setiap bulannya tidak dikenai biaya yang besar untuk kegiatan pondok. Hanya biaya yang disebut SPP, itupun sebenarnya digunakan untuk biaya hidup santriwati sendiri seperti makan dan listrik.
Saat itu aku mulai sadar, bagaimana seharusnya cara membalas kebaikan orang lain terlebih untuk seorang pengasuh yang telah memberikan waktu dan ilmunya pada santriwati. Marilah kita amati kebaikan orang disekitar kita, orang lain teman, guru, orangtua. Ingatlah selalu kebaikan mereka agar kebaikan juga senantiasa melekat pada diri kita. Kesadaran mungkin sulit untuk diterapkan. Namun untaian kata ini semoga dapat mengingatkan kita akan kebaikan seseorang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *