December 8, 2023

Picture: Merekapun Ingin ‘Gila’





Pagi itu suara alarm begitu membekas di pendengaranku, sengaja kubuat 2 Hand Phone berdering karena aku tidak ingin melewatkan fajar kala itu. Memang di malam sebelumnya aku sudah berniat untuk melanjutkan kegiatan taklim di pesantren, karena tinggal segelintir saja bab muasyaroh yang belum dikhatamkan.

Tepat pukul 03.30 aku mandi, menyiapkan bekal sarapan, dan tak lupa membuat segelas air jahe untuk menghilangkan angin yang nantinya akan kuterima setelah sampai disana. Ibuku dengan sigapnya terbangun dan ikut menyiapakan kebutuhan pagi kala itu, bagai pertanda juga bahwa beliau mendukung apa yang kurencanakan.

Kueratkan bunyi resleting jaket, kulajukan sepeda. Bersamaan dengan dinginnya hawa subuh di pagi itu, kujumpai suara iqamah yang sudah lama tidak kudengar. Memang kehidupan rumahan sangat jauh berbeda dengan kehidupan kala di pesantren. Tapi tetap kusyukuri apa yang harus kujalani saat ini.

Remang-remang kegelapan, begitulah rasanya ketika lama tidak memasuki gerbang Bukit Cemara tidar di waktu sang fajar belum datang. Di sekelilingku, aku disambut begitu banyak baliho dan atribut bertebaran, juga banner bertuliskan slogan. Hmm kurasa ini bukan untuk aura kemerdekaan, begitu banyak tulisan visi misi yang kala itu tak mungkin aku berhenti dan membacanya satu persatu. Oke fix, akan aku baca setelah pulang nanti, pikirku.

Sesampainya di pondok, aku merasakan keadaan yang lama sekali tidak aku rasakan. Semua berangkat ke masjid, sedangkan aku tetap menunggu santri lainnya di pojokan mushola. Sebelumnya memang aku sudah berkoar untuk mengikuti taklim di keesokan hari, agar mereka tidak kaget ketika ada seseorang yang menunggu di pojokan. Dan benar saja, mereka tetap kaget bahkan pura-pura kaget karena ada aku. Dasar, jadi makin serasa asing wkwk.


Semua tadi hanya pembuka. Inti dari hari itu ada pada saat ba’da subuh pagi itu. Ya, mengaji dan kembali mengkaji kitab Muasyaroh Zauj. Semua menyorakiku, kenapa kesininya pas kajian kitab ini? Jangan-jangan.. haha.
Begitulah mereka, yang gelak tawanya selalu kurindukan,
Juga nasehat Abi di setiap pembuka yang selalu membawaku berfikir mendalam, setiap pagi dan setiap perjumpaan apapun itu didalamnya beliau selalu berkisah. Sosok utama yang selalu menggiringku untuk menjadi ahlul hikmah, ahlul istiqomah dan tentunya ahlul khusnudzhon (ini aku bikin istilah sendiri wkwk). Entah mengapa nasehat pembuka sebelum mengaji selalu lebih mengendap dan bertahan lama, sisanya materi kajian. 

Seperti sebelum-sebelumya, Abi selalu berkisah mengenai kehidupan ini, mengenai apa yang tengah terjadi, dan apa yang kini tengah diperbincangkan. 
Banyak kabar tentang masyarakat Bukit Cemara Tidar (BCT) yang menurutku aku sudah ketinggalan kabar. Entah mengenai tetangga-tetangga sekitar maupun tentang jamaah masjid. Tentang Pak RT yang sedang sakit, tentang jabatan RT yang kini sudah berganti tangan, dan sebagainya. Masya Allah, padahal baru sebulanan ini saja aku tidak bermukim disana, sepertinya memang harus sering-sering mengunjungi pondok dan tetangga sekitar. Seminggu tiga kali sudah kusempatkan kesana, namun rasanya belum cukup jika tidak mampir ke pondok dan mendengarkan keluh kesah dari para santri.


Berlanjut pada apa yang disampaikan beliau di awal. Saat ini segolongan orang berlomba berebut kekuasaan, berebut tahta dan kehormatan, juga dengan perhitungan materi yang akan didapat dari mengisi sebuah jabatan. Tapi ada segelintir orang yang mencoba menduduki jabatan itu, padahal tidak ada gaji dan profit yang akan mereka dapatkan.

“Orang-orang seperti itu adalah orang yang ‘gila’ “, begitu kata Abi.

Karena masih pagi buta, aku mencerna saja apa yang beliau katakan. Padahal dalam hati ini bertanya, kenapa mesti ‘gila’ ?

Perlahan beliau melanjutkan,

“Bagaimana tidak gila? Jelas bahwa tidak akan ada imbal balik yang akan didapatkan secara materi. Saking tidak memandang apa yang akan didapat, maka mereka mewaqafkan diri dan seluruh pikiran, tenaga, dan waktu mereka dalam rangka menjalankan amanah untuk kepentingan rakyat. Maka berangkat dari kesungguhan niat dan kesiapan yang nantinya akan selalu diuji”. 

“Sepertihalnya perhelatan pemilihan ketua RW yang sedang digelar di RW kita ini. Semua dipersiapkan secara matang. Ada papan yang ramai ditempel di setiap sudut berisi foto kedua kandidat, visi misi, banner kampanye perorangan, dan sebagainya. Sekelas RW yang notabennya bagian kecil dari negara ini,  semua bagaikan pemilihan RW rasa Pilpres (Pemilihan Presiden)”, ungkap beliau.

Dilihat dari deskripsi kerja yang selama ini berjalan, menjadi ketua RW di Bukit Cemara Tidar bukan hanya soal memberikan uluran tanda tangan, bukan pula sekedar menjadi perwakilan yang akan dikerahkan di kelurahan. Lebih dari itu juga bagaimana menjadi penggerak kemajuan masyarakat ditengah luar biasanya potensi masyarakat dan lingkungan yang saat ini berkembang disana.

Akupun sempat bertanya kepada beberapa orang mengenai sosok yang dicalonkan. Orang-orang tertentupun mensyiarkan pendapat mereka, mengapa harus memilih A, kenapa harus B, dan sebagainya. Adapun kampanye secara onlinepun ternyata juga dikerahkan melalui grup-grup whatsapp ucap mereka. Segalanya begitu dipersiapkan secara besar-besaran untuk keperluan hajatan 2 September mendatang.
Bapak Soeharto yang notabennya seorang pensiunan, merupakan calon yang diajukan oleh RT 2. Beliau memiliki visi misi yang begitu kompleks. Dari segi visi, beliau berfokus pada perwujudan lingkungan  yang bersih, sehat, aman, tertib dan indah.
Sedangkan calon ketua nomor urut 2 adalah Bapak Supriyadi, dimana beliau menjunjung tinggi prinsip gotong royong dalam visinya. Beliau juga telah mencanangkan beberapa landasan seperti cinta, empati, toleransi dan lain-lain dalam mewujudkan kehidupan yang ideal di perumahan BCT.


Dari semua rencana-rencana itu, teringat akan sebuah hadits yang pernah diriwayatkan:


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Ibnu Umar r.a berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban  perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya. (HR. Bukhori Muslim)

Bagaimanapun bentuk ke’gila’an yang dibawa, sah-sah saja jika semua dilakukan sesuai dengan jalur yang dibenarkan. Yang terpenting adalah bagaimana selalu mengembalikan niat ditengah adanya rasa goyah yang melanda selama 5 tahun masa jabatan nanti. Karena dalam hadits di atas telah disebutkan, bagaimanapun dan sekecil apapun taraf kepemimpinan kita, maka akan dipertanggungjawabkan nanti, di hari pembalasan. 

Picture: Dua sosok luar biasa bagi BCT


Di Darun Nun, ragam pengabdian serupa juga tengah dilatih secara tidak langsung. Mereka saling melayani sesama santri dengan menjalankan tugas devisi, juga tugas kemasyarakatan yang mudah-mudahan selalu sepenuh hati. Terkadang memang tidak mudah dalam menuntut kesempurnaan pengabdian, ketika mengingat tanggung jawab lain yang juga sudah mengantri untuk dikerjakan. Kuncinya adalah melatih diri dan melatih hati.

Maka tidak ada doa dan harapan untuk mereka selain Allah membalas segala niat baik orang-orang seperti mereka, yang telah memberikan ikhtiar dan kesungguhan yang ditancapkan dalam hati. Juga berharap agar para pejuang tanpa pamrih ini senantiasa diistiqomahkan dalam niatan, sehingga mampu menularkan kebaikan pula bagi orang-orang disekitarnya.

Mudah-mudahan Bukit Cemara Tidar kedepannya memiliki sosok pemimpin yang amanah, mampu menjadi suri tauladan yang baik dan memberikan perubahan bagi kemajuan lingkungan sekitar.
Begitu juga dalam perhelatan Pilpres tahun ini, selaku perwakilan yang akan dipilih, mudah-mudahan beliau-beliau mampu menisbatkan ke’gila’an mereka pada ranah pengabdian dan pelayanan yang sebenar-benarnya. Dan kita sebagai rakyat bisa menempatkan hak dan kewajiban kita dalam menentukan pemimpin negara ini kedepan. Semoga.


🙂


Malang, Agustus 2018

Indah Nurnanningsih
Pondok Pesantren Darun Nun Malang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *