Oleh : Siti Khoirun Niswah
PP. Darun Nun Malang
“Setelah lulus kuliah apa yang akan kamu lakukan?” pertanyaan itu pasti muncul pada mahasiswa semester akhir. Jawabannya pun beraneka ragam, ada yang sudah pasti, ada yang masih diambang kebingungan. Namun hidup ini terus berjalan dan kita sebagai mahasiswa harus bisa mengambil keputusan apa yang akan kita lakukan setelah lulus, akankah melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, bekerja, ataukah ada hal lain yang sudah terarah misalnya menikah.
Kali ini, aku ingin membagikan sedikit pengalaman yang kualami setelah lulus kuliah. Saat itu aku telah menyelesaikan skripsi pada bulan Juni bertepatan dengan bulan Ramadhan, selanjutnya pada H-7 hari raya idul fitri aku sidang skripsi, setelah sidang skripsi aku pulang kampung. Saat berada di rumah, tetangga sekitar menanyakan apa yang akan kulakukan setelah selesai kuliah. Aku menjawab dengan santai “Setelah lulus saya akan melanjutkan untuk belajar”. Pernyataanku mengundang banyak respon. Ada yang mengatakan hal itu baik karena sejatinya seseorang harus selalu berproses mencari pengalaman. Sebagian lagi mengatakan, bahwa aku merugi karna aku seorang sarjana yang meninggalkan keluarga namun belum mendapat sebuah pekerjaan. Bagiku tidak ada hal yang merugi selagi niat kita benar.
Setelah hari raya idul fitri, aku kembali ke Malang untuk menyelesaikan revisi dari sidang skripsi. Kebiasaan para santriwati setelah pulang kampung adalah sowanke rumah para ustadz/ah. Saat sowan di rumah ustadzah Alfiyatus Syarofah, salah satu ustadzah yang menyimak ngaji Al-Quran para santriwati PP. Darun Nun, aku ditanya perihal kegiatanku setelah lulus kuliah. Setelah itu, beliau berbicara tentang PAUD yang berbasis Al-Quran yang baru didirikan di daerah sini dan kebetulan beliau bagian kurikulum dari yayasan tersebut. Beliau mengatakan bahwa saya akan direkrut menjadi salah satu guru di PAUD tersebut. Entah perekrutan itu sudah dimusyawarahkan sebelumnya ataukah hanya ide beliau semata saya pun tidak mengerti.
Sepulang dari rumah beliau, aku berpikir apakah benar yang dikatakan oleh beliau. Bagaimana tidak? aku bukan sarjana pendidikan. Aku berpikir keras, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) berbasis Al-Quran ini maksudnya bagaimana akupun belum mengerti. Dalam hati aku berkata, mungkin beliau hanya bercanda karna tahu kalau aku sudah selesai kuliah.
Aku masih ingat, di suatu pagi tepatnya hari jumat, aku mendapat pesan WhatsAppyang isinya adalah undangan rapat dengan para guru dan pengurus PAUD Baiturrahman. Akupun terkejut, ini merupakan pengalaman pertama kalinya aku mengajar anak usia dini.
Hari Senin tanggal 16 Juli 2018, awal kegiatan belajar mengajar di PAUD baiturrahman, itu artinya hari ini adalah hari pertama aku mengajar. Pertama kali masuk kelas, aku mulai memperkenalkan diri. Pada saat itu aku sangat gugup, padahal sebelumnya aku sudah sering mengajar mahasantri shobahul lughoh di ma’had sunan ampel al-ali UIN Malang. Namun bedanya kali ini aku mengajar anak-anak yang masih dengan orangtua. Aku termasuk orang yang pendiam bila berhadapan dengan banyak orang di muka umum. Namun, disini aku dituntut harus selalu ceria, banyak ide, terlebih ide bagaimana caranya agar anak mau mengaji dan menghafal Al-Quran. Seperti yang kita ketahui bahwa anak kecil sangat suka bermain dan kurang suka berfikir apalagi menghafal, mereka lebih peka dengan merekam sesuatu dalam otaknya. Sementara kita perlu mengetahui apakah mereka sudah bisa melafadzkan bacaan Al-Quran atau belum.
Satu kelas muridnya beraneka ragam, ada yang aktif bertanya, ada yang pendiam, ada yang hanya bermain-main tanpa menghafal, bahkan ada yang suka menangis di kelas. Minggu kedua mulai menghafal surat an-nas dengan memakai metode gerakan tangan. Tantangan beratnya ialah anak-anak yang cenderung pendiam, jarang bersuara, ditarget untuk bisa menghafal minimal untuk semester ini bisa melafadzkan bacaan Al-Quran.
Hari demi hari, minggu demi minggu telah berjalan dan aku mulai istiqomah mengajar anak-anak usia dini. Padahal awalnya, banyak orang yang berkomentar tentang kegiatanku ini mulai dari teman dan sepupu, seorang sarjana Bahasa Arab mengajar PAUD? Namun aku menanggapinya dengan santai. Kalau itu bermanfaat untuk orang lain, kenapa tidak? Diluar sana banyak lulusan Sarjana yang menganggur. Namun aku, tanpa memakai SKL (Surat Keterangan Lulus) ataupun Ijazah sudah direkrut menjadi guru. Kuncinya adalah istiqomah menjalani kebaikan, jangan takut dikatakan riya’ untuk menyebar kebaikan. Kini aku sudah merasa nyaman mengajar anak usia dini, meski terkadang ada beberapa kendala, namun ini merupakan proses belajar dan mencari pengalaman serta sebagai bentuk khidmat kepada masyarakat.