November 30, 2023
 Gambar terkait

Dikala masa SMA kelas X, saat masih menjadi anak tunggal dengan sikap yang masih lugu, manja dan hanya memikirkan diri sendiri itu kini berubah seiring berubahnya keadaan. Di usia menginjak masa remaja dimana ego mulai menjadi driver dari setiap aksi kita saya mulai digembleng untuk menjadi mandiri. Saat semester akhir kelas X SMA, saya tak lagi menjadi anak tunggal, saya baru punya adik yang artinya usianya terpaut jauh, 15 tahun dibawah saya. Empat puluh hari setelah kelahiran adik, ayah mendadak sakit titanus. Tangisan ibu tak henti namun saya yang berada di pondok tidak sama sekali dikabari akan hal itu hingga keadaan ayah memulih. Sekitar dua bulan lamanya ibu berjuang untuk merawat adik yang masih bayi, ayah yang sedang sakit dan membiayai saya yang duduk di bangku SMA Rintisan Bertaraf International dan tinggal di Pondok Modern. Segala upaya ayah dan ibu lakukan untuk bangkit dari keterpurukan itu dengan menjual segala harta benda mereka yang berharga demi kesembuhan ayah dan berlanjutnya sekolahku. Alhamdulillah setelah dua sampai tiga bulan tersebut ayah sembuh total dan mulai bisa bekerja lagi, namun ada ujian kembali. Di usianya yang ke Lima bulan adik sakit demam hingga harus di khitan, dengan tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan. Saat itu, sebagian keluarga mengompori orang tua saya untuk memindah sekolah saya. Namun, tekat mereka kekeh untuk memperjuangkan pendidikan saya, sehingga saya mulai mencari keringanan untuk biaya SPP dan Tahunan karena relative mahal dari sekolah SMA biasa.
               Semangat berkobar memenuhi jiwa saya saat melihat perputaran roda orang tua yang seperti itu. Ingin ku tunjukkan bahwa dengan niat, usaha dan do’a segala hal yang secara kasat mata tak mungkin akan jadi mungkin. Dipertengahan semester kelas XI ada event ujian International Cambridge University bidang Matematika, saya lolos dan ikut ujiannya. Disitulah awal percaya diri akan kemampuan  saya terbentuk. Seiring berjalannya waktu hingga diujung semester akhir kelas XII SMA, ayah dan ibu selalu mendukung pendidikan saya. Mereka beranggapan bahwa saya adalah cita-citanya. Lulus SMA, bimbel SBMPTN gratis pun ku raih, hingga lanjut di Strata 1 beasiswa pun saya kejar dengan memperoleh dukungan penuh dari ayah dan ibu, meski cibiran tetangga semakin merajuk tapi ikhtiar kami tak putus dan Alhamdulillah semuanya berhasil kami lampaui. Saya dapatkan beasiswa dari Pemerintah Kabupaten dan Juga PPA/BBM hingga lulus kuliah S1. Di akhir menjadi mahasiswa, saya tuangkan pemikiran bidang yang saya geluti untuk saya usulkan di program penulisan karya ilmiah Mahasiswa (PKM), awalnya niat saya hanya satu yaitu skripsi tidak minta duit orang tua. Dengan ridho ayah ibu, PKM pun ku dapat hingga tahap ajang presentasi nasional. Suatu pencapaian luar biasa bagi saya dan orang tua.  Saya yakin semua ini karena ridho ayah ibu yang sama halnya dengan ridho Allah.
                Desas desus perkembangan keilmuan yang saya geluti semakin maju, terdapat beberapa mahasiswa S2 yang melanjutkan riset S1 saya. Namun, apalah dayaku seorang anak desa, anak kuli batu dengan segala keterbatasan namun punya seonggok keinginan untuk melanjutkan pendidikan dan mengenal dunia. Aku sampaikan itu kepada dosen pembimbingku dan orang tua ku, mereka merestui langkah yang ku tempuh selanjutnya yakni mencari kerja freelance agar bisa sambil belajar untuk mencari beasiswa S2. Tak lama kemudian, di penghujung awal tahun 2017 tawaran beasiswa untuk saya lanjut S2 pun terlontar dari dosen saya S1. Tetes air mata ibu tak terbendung lagi, beliau mengijinkan saya dengan sepenuh hati untuk lanjut kuliah, begitu pula dengan ayah. Ia semakin semangat bekerja tiap harinya. Dikala sang fajar terbit, seusai sholat subuh beliau ke sawah hingga jam menunjukkan pkl. 06.30 wib. Selanjutnya, beliau sarapan dengan nasi hangat ibu lalu berangkat kerja di proyek hingga pkl. 16.30 WIB. Hari demi hari mereka lalui seperti itu. Tidak sedikit kerikil tajam menghantam perjalanan kami, dengan kondisi adik yang sering kali keluar masuk rumah sakit, kami selalu berusaha yang terbaik untuknya dengan saling memberi dukungan untuk tetap tegar dan berjuang. Kami hidup dari hasil jerih payah ayah dengan keringat yang bercucuran saat sang mentari bersinar terang. Dengan semangat juang tinggi kami, Alhamdulillah selalu ada jalan Allah untuk mempermudah segala urusan kami.
                Dari renungan setiap proses yang kami lalui, apakah ini hakikat dan manfaat berkhidmah? Yang sama sekali tidak pernah saya sangka. Apa yang kami butuhkan semuanya terpenuhi. Dalam hal ini, harus kita yakini, bahwasanya Allah selalu memberikan apa yang kami butuhkan, bukan apa yang kami inginkan disaat dan diwaktu yang tepat. Allah selalu memberikan yang terbaik, manusia hanyalah bisa berencana, usaha dan berdo’a. Namun, Allah lah yang menentukan.
Lamongan, 29 September 2019

Pondok Pesantren Darun Nun Malang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *