Sudah hampir dua tahun ini aku berkecimpung dilingkup literasi. Sebuah komunitas dengan misi untuk berkarya. Setiap harinya. Buku-buku berjajar, website-website karya penulis, danundangan seminar kepenulisan berdatangan melongok berharap untuk dihadiri. Bahkan setiap malam aku tidur didalam ruang buku. Candra Malik, Pramoedya Ananta Toer, hingga penulis gandrung Pidi Baiq selalu menemani malam-malam lelap ku. Tapi aku tidak pernah memimpikan mereka.
Aku Melihat….
Aku Ditemani…..
“Terusannya apa ya?”
Pertanyaan yang menyiratkan bahwa saat itu aku berhenti menuangkan apa yang ingin aku tulis. Batu sandungan yang sampai saat ini aku rasakan adalah dimana aku merasa kesulitan menuliskan apa yang ingin aku tulis. Klise. Malas ngetik. Entah kenapa aku pun tak tahu. Padahal hanya tinggal menekan ringan setiap kotak huruf yang tersusun menjadi model QWERTY. Susah sekali. Tapi ketika perkuliahan berlangsung tulisan itu mampu mengalir mulus diatas sebuah kertas. Lengkap. Komplit menjadi sebuah karangan yang dominan dengan cerpen. Padahal disini kami diharuskan mengisi website komunitas dengan karya-karya kami. Lantas apa yang akan aku masukkan jika memainkan QWERTY pun aku sangat…sangat…malas. Sering kali laptop terbuka dan menyala. Sudah, begitu saja. Sering hanya ku biarkan seperti itu hingga aku merasa mengantuk dan terbitlah Shut Down. Mati.
“Ya sudahlah. Tinggal ngetik gitu aja lho. Apa susahnya sih?”.
Sering sekali kalimat itu menggema ketika aku tidak posting apapun di website. Aku tahu aku salah. Tapi mereka tidak merasakan alasan klise yang aku rasakan dan begutu mudahnya mengatakan hal seperti itu. Hanya aku dan Allah yang tahu apa yang aku do’akan untuk orang-orang seperti itu. Aku bukan anda-anda sekalian yang mudah langsung menuangkan dalam buku elektrik. Tapi aku lebih mudah menggunakan cara jadul untuk menuliskan diatas kertas. Bukan suatu kerangka atau out line. Komplit sudah menjadi suatu karangan. Tapi bagaimana lagi. Aku juga tahu semua harus dipaksa. Tapi ingatlah dalil yang mengatakan bahwa semua hal yang dipaksa itu tidak baik. Tapi tidak semua hal dapat menggunakan dalil tersebut. Ada kalanya memang harus dipaksa untuk menemukan chemistry. Tapi yang aku ingin, cobalah untuk mengetahui setiap kelemahan orang lain tanpa dengan mudah untuk menghujatnya. Sekali lagi, cukup aku dan Allah yang tahu apa yang do’akan untuk orang-orang seperti itu.
“Terus mau nulis dan ngetik kapan?”
Jangan tanya kapan. Sekarang pun, saat ini aku sedang melakukannya. Ada kalanya aku akan melakukan tugas mulia ini. Yang merupakan hal utama untuk berada di komunitas ini. Sudah sering juga aku menyanyakan kepada banyak orang tentang keluha ku ini. Namun apa jawabannya? Mereka juga bingung mau memberikan respon seperti apa. Karena apa? Mereka sudah terbiasa. Sedangkan aku belum. Aku menyadari bahwa aku sudah dua tahun ini berada disini dan belum menghasilkan apa-apa. Aku mendengar langsung dihadapan ku mereka mengatakan ini hingga membandingkan aku dengan anggota lainnya. Sakit? Pasti ada. Tapi aku sadar diri kok. Andai ini sebuah hutang, mungkin aset-aset ku sudah disita oleh bank. Kenapa? Kurasa kalian sudah tahu lah mengapa sebuah aset sampai disita oleh bank.
Hingga saat ini aku hanya bisa minta maaf dan berdo’a semoga hati mu masih diberi keluasan untuk menerima kekurangan ku. Aku masih belum sehandal kalian. Tapi keinginan untuk seperti kalian itu ada. Sungguh ada 🙂
Pondok Pesantren Darun Nun Malang