November 30, 2023

Oleh Dyah Ayu Fitriana

Saya masih sangat ingat, dua tahun yang lalu di ruang tamu ustad saya, beliau berucap
“Apa-apa yang kamu dapatkan saat ini, terutama segala keberuntungan dan kemudahan belajar agama adalah bukan semata karena usahamu tapi karena doa kyai dan gurumu. Agungkan guru, terutama yg mengajarkan hal dasar Alif ba’ ta’ mu.”

Hidup di pesantren membuat saya terbiasa dengan budaya Ngalap barokah kyai, mencari keberkahan dari guru. Bagi kami hal yang paling besar untuk dicari diatas prestasi adalah bagaimana membuat guru ridho dan senang. Membuat beliau marah adalah hal yang paling kami takuti.
Mungkin akan ada setumpuk teori barat yang mencoba menghabisi kebudayaan itu dengan teori-teorinya, tentang kebebasan berpendapat dan melakukan sesuatu, tentang posisi guru yang harusnya hanya sebagai fasilitator dan tentu banyak lagi di luar pengetahuan saya. Islam pun tidak melarang untuk mengemukakan pendapat, akan tetapi ada adab-adab yang mengaturnya.

Guru dalam Islam kedudukannya sangatlah tinggi, karena beliaulah yang menunjukkan pada kita mana yang benar dan mana yang salah. Beliaulah yang menunjukkan pada kita apa yang awalnya tidak kita ketahui. “Roaitu Ahaqqol Haqqi Haqqol Muallimi” Hakikatnya yang paling penting adalah haknya orang yang menunjukkan jalan kebenaran. Maka tidak heran jika Sayyidina Ali sampai dawuh “Aku adalah budak bagi pengajarku bahkan yang mengajar satu huruf.”

Dalam kitab Alala bahkan disebutkan bahwa kedudukan guru itu sangat utama melebihi orang tua. Mengapa demikian? Bukankah Allah sudah bersabda bahwa ridho Allah ada pada ridho orang tua? Lalu mengapa ada kedudukan yang lebih tinggi melebihi mereka? Jawabannya adalah karena kyai atau gurulah yang selama sekian tahun menghabiskan waktunya untuk merawat ruh kita. Beliau mengajarkan kebenaran, ilmu, kebaikan, memberi teladan dan satu lagi yang menjadi ciri utama guru yang harus dimuliakan adalah beliaulah yang membawa nama-nama kita di setiap malam dalam sujud khusyu’nya. Membisikkan ke kedalaman bumi doa agar kita diliputi penjagaan dan keberkahan oleh Allah dan menggemakan ke atas langit doa-doanya tersebut. Maka guru adalah penjaga ruh, orang tua penjaga tubuh. Ruh seumpama permata yang indah dan menawan, dan tubuh adalah cangkangnya. Percuma jika cangkang indah namun dalamnya adalah mutiara yang rusak. Tapi cangkang yang indah dengan mutiara yang berkilau adalah kesempurnaan. Beliaulah guru-guru kita yang selama menghabiskan segala upaya demi membuat ruh kita bersinar bagai mutiara. Maka hormati, muliakan, berkhidmatlah dengan segala yang kau punya, dan jangan sekali-kali kau buat hatinya kecewa.

Terimakasih Abah Kyai Ghufron Ahmadi, Abah Kyai Abdul Aziz Choiri, Guz Zaki, Ning Tuchfah, Pak Bahri, dan tentu semua guru saya yang selalu melambungkan doa. Dan diatas itu semua Bapak dan Ibuk yang ingin anaknya solihah dan membawanya ke pesantren-pesantren untuk digembleng oleh guru luar biasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *