“Guru merupakan seseorang yang mentransfer ilmu kepada muridnya”. Tiga kata kunci dalam kalimat tersebut adalah Guru, Ilmu, dan Murid. Akan ada Guru jika ada murid, kemudian ada suatu bahan interaksi antar keduanya yang disebut ilmu. Pada jaman ini, setiap orang bisa akses mbah Google, yaitu suatu mesin pencari canggih untuk mendapatkan ilmu sendiri secara otodidak, ada segala macam hal yang ingin kita ketahui dalam beberapa detik atau belajar saja dari pengalaman (experience is the best teacher), namun takkan sempurna ilmu yang didapatkannya. Bahkan, sangat besar potensinya untuk sesat bahkan menyesatkan. Dengan adanya guru, maka ilmu pengetahuan baik yang level bawah (sensible knowledge), menengah (theoretical knowledge) maupun atas (spiritual knowledge) akan bisa tersampaikan secara runtut. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu komponen penting bagi penentu masa depan kita, untuk bisa mendapatkan ilmu yang berkah dan manfaat. Lantas, bagaimana dan tindakan seperti apa yang patut dilakukan seorang murid terhadap guru?
Dalam kitab Ta’lim Muta’alim diterangkan adab murid terhadap guru diantaranya adalah Jangan menyakiti hati seorang guru, karena ilmu yang dipelajarinya akan tidak membawa keberkahan. Menyakiti hati guru bisa ditinjau dari beberapa aspek yakni omongan, tindakan, dan juga hubungan diluar maupun didalam kelas. Salah satunya yaitu larangan membicarakan hal buruk dan meremehkan sang guru. Kenapa hal seperti itu dilarang?? Karena kita tahu bahwa guru juga seorang manusia biasa, yang tak lepas dari salah dan lupa. Namun, guru mempunyai kedudukan tinggi dihadapan Allah yakni pewaris para nabi. Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya, (DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah). Sebagai seorang murid jika kita tahu ketidakbaikan dari guru kita, jangan mengumbarnnya apalagi meremehkannya. Seorang penyair berkata: “Sesungguhnya guru dan dokter keduanya tidak akan menasihati kecuali bila dimuliakan. Maka rasakan penyakitmu jika tidak menuruti dokter, dan terimalah kebodohanmu bila kamu membangkang pada guru”. Diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi rahimahullah, Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu mengatakan; “Tawadhu’lah kalian terhadap orang yang mengajari kalian.” Artinya tawadhu’ dalam hal ini yakni rendah hati atau tidak sombong. Jadi, sungguh sangat tidak patut kalau ada rasa sombong dalam diri murid terhadap guru. Meskipun Jabatan dan kedudukan kita jauh lebih tinggi dari guru kita, tetaplah ingat bahwa derajat yang kamu capai saat ini tidaklah lepas akan perjuangan gurumu dahulu. Tanpa beliau kita tak tahu jadinya seperti apa.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang