50 k Untuk 20 Orang Sehari Kok Bisa?
Oleh: Zahriyatun Nafiah
Tinggal di pondok pesantren Darun Nun membawa banyak pengalaman baru. Salah satunya adalah memasak. Di sini, setiap santri mendapat jadwal masak satu minggu sekali. Bukan hanya sekadar tugas harian dan tanggung jawab semata, tapi juga pelajaran hidup yang luar biasa.
Kami diberi tanggung jawab untuk memasak makanan yang cukup untuk 20 orang, untuk dua kali makan. Tapi yang membuat ini menjadi tantangan adalah kami hanya diberi uang Rp50.000 untuk membeli semua bahan utama dari empat menu yang harus disajikan. Untungnya, beras, bawang, dan minyak sudah disediakan oleh pondok. Tapi tetap saja, dengan uang segitu, kita harus benar-benar pintar mengatur dan menyusun menu, apalagi ditambah dengan naiknya harga harga bahan makanan saat ini.
Awalnya kami merasa bingung, bagaimana caranya uang 50 ribu bisa cukup? Tapi lama-lama kita bisa belajar bahwa kuncinya adalah memadu padankan menu atau mengkombinasi ada yang sederhana, ada yang sedikit lebih “mewah”.
Misalnya, memasak tempe goreng yang hanya butuh sekitar Rp6.000. Dipadukan dengan tumis kangkung yang harga bahannya sekitar Rp12.000. Lalu, aku menambahkan soto bihun dengan topping sedikit ayam, cukup beli 1/4 dada ayam saja, karena sotonya lebih dominan bihunnya. Ada juga terong balado dengan biaya sekitar Rp10.000. ada juga tahu yang harganya hanya 4.000 ditambah sedikit bumbu sudah bisa diolah menjadi berbagai variasi makanan. Untuk memilih menu yang sedikit premium bisa menambahkan seperti sedikit suwiran tongkol, jeroan ayam dll. Sisanya bisa untuk beli bumbu pelengkap seperti kaldu bubuk, cabai, dan lada. Pada intinya adalah tentang bagaimana cara mengkombinasikannya.
Bukan hanya tentang hemat, tapi juga tentang belajar bersyukur dan menerima apa yang ada. Di pondok, kami belajar untuk tidak menuntut kemewahan, tapi tetap menjaga rasa syukur atas setiap yang tersedia. Prinsipnya sederhana: nggak harus mewah, yang penting ada.
Selain itu, sebagai santri, kami juga diajarkan untuk tidak serakah dalam mengambil makanan. Kami belajar untuk peduli dan ingat pada teman. Jangan sampai karena kita ingin porsi lebih banyak, ada teman lain yang kekurangan. Ini bukan cuma soal makanan, tapi soal hati. Soal bagaimana kita menghargai, berbagi, dan hidup dalam kebersamaan.
Bagi sebagian orang, mungkin ini hal sepele. Tapi bagi kami, ini pelajaran besar. Dari dapur kecil pondok, aku belajar banyak hal tentang hidup, kebersamaan, dan makna cukup.