Kisah Rasul; Abdul Mutholib dalam Perjuangan Zam-zam

Oleh : Ilman
Mahbubillah

Setelah tumbuh
dewasa, Abdul Muthalib pun menjadi seorang pemuka Mekah sebagaimana Hasyim,
bapaknya. Sementera itu, ketika Hasyim meninggal dunia, keseluruhan hartanya
dikuasai oleh Naufal, adiknya yang terkecil. Abdul Muthalib pun hendak meminta
harta ayahnya, tetapi awalnya Naufal menolak karena menganggap Abdul Mutholib
masih terlalu dini untuk mendapatkannya. Abdul Muthalib kemudian meminta
bantuan kerabat ibunya yang tinggal di Yatsrib Orang-orang Yatsrib mengirimkan
80 pasukan berkuda. Naufal pun akhirnya dengan sukarela menyerahkan harta
Hasyim kepada Abdul Muthalib.

Prinsip Teguh
akan Keyakinan

Abdul Muthalib
adalah pengurus air dan makanan bagi tamu-tamu yang datang ke Mekah. Mengurusi
air pada zaman itu sangat sulit karena setelah ratusan tahun Sumur Zamzam tertimbun,
dan pasokan air harus didatangkan dari beberapa sumur yang terpencar-pencar di
sekitar Mekah. Namun, Abdul Muthalib tidak pernah lupa pada sejarah Mekah,
bahwa dulu pernah ada mata air yang menghidupi seluruh Mekah, mata air yang
memancar keluar oleh kaki Ismail.

“Aku harus
menemukannya!” pikir Abdul Muthalib. “Aku harus menemukan kembali Sumur
Zamzam yang telah dilupakan orang!”, “Apalagi aku adalah orang yang bertugas
dan paling bertanggung jawab untuk menyediakan air dan makanan bagi penduduk
Mekah.”

Setelah itu,
Abdul Muthalib bergegas mengambil tembilang (alat untuk menggali bertangkai
panjang) dan memanggil putra satu-satunya pada saat itu, “Harits, temani ayah
mencari dan menggali kembali Sumur Zamzam!”. Harits mengangguk. Kemudian,
mereka mulai mencari di mana dulu letak Mata Air Zamzam berada. Setelah
beberapa kali mencoba menggali di beberapa tempat, Sumur Zamzam tidak juga
ditemukan.

“Ayah, mungkin
Sumur Zamzam memang benar-benar hilang,” kata Harits. “Tidak Nak, Ayah
yakin Sumur itu masih ada! Kita harus menemukannya Orang-orang Mekah akan hidup
lebih baik jika Sumur Zamzam ada di tengah kita!”. Dengan gigih keduanya
pun terus mencari sumur Zam-Zam. Orang-orang Quraisy, penduduk asli
Mekah,melihat perbuatan mereka dengan heran.

Nadzar seorang
Datuk dan Cucunya

“Mengapa engkau
masih terus menggali, Abdul Muthalib? Bukankah dulu nenek moyang kita, Mudzaz
bin Amr pernah menggalinya, tapi tidak berhasil?”. Abdul Muthalib menaruh
tembilangnya dan duduk. “Ya, ratusan tahun yg lalu Mudzaz bin Amr mertua Nabi
Ismail AS pernah mencoba menggali Zamzam tp tdk berhasil. Padahal, saat itu
Mudzaz telah mempersembahkan sesaji berupa pedang dan pelana berpangkal emas
agar Sumur Zamzam ditemukan”.

Pada saat itu
juga, Abdul Muthalib ikut bernadzar, “Kalau saja aku mempunyai 10 anak
laki-laki, kemudian setelah semuanya dewasa, aku tdk memperoleh anak lagi
seperti ketika sedang menggali Sumur Zamzam maka salah seorang diantara 10 anak
itu akan kusembelih di Ka’bah sebagai kurban untuk Tuhan”.

Ternyata takdir
memang menentukan demikian. Abdul Muthalib akhirnya mendapat 10 orang anak laki-laki.
Setelah semua anak berangkat dewasa, ia tidak lagi memperoleh anak. Dipanggilnya
kesepuluh orang anak itu, termasuk si bungsu Abdullah yang amat disayangi dan
dicintainya. “Aku pernah bernadzar untuk menyembelih salah seorang di
antara kalian jika Tuhan memberiku 10 orang anak laki-laki.” Tegas Abdul
Muthalib pada anak-anaknya.

Kesepuluh
anaknya terdiam. Mereka beusaha memahami persoalan itu. Mereka juga melihat
kebingungan yang luar biasa di mata ayah mereka yang berkaca-kaca. “Namun, aku
tidak bisa menentukan siapa di antara kalian yang harus kusembelih. Oleh karena
itu, aku berniat memanggil juru qidh (semacam hakim) untuk menentukannya.”

Kebesaran Hati
Ayah dan Tanggung Jawab sebagai Pemimpin

Di hadapan
patung dewa tertinggi Ka’bah, juru qidh (nanak panah) meminta setiap anak
menulis namanya masing-masing di atas qidh. Kemudian, ia mengocok anak panah
tersebut di hadapan berhala Hubal. Nama anak yang keluar adalah Abdullah.

Melihat itu,
serentak orang orang Quraisy datang dan melarangnya melakukan perbuatan itu. “Batalkan
keinginanmu, wahai Abdul Muthalib! Mohon ampunlah kepada Hubal supaya kamu bisa
membatalkan nadzarmu!”. Hati seorang Abdul Muthalib semakin bimbang, dia
dihadapkan pada pilihan bertanggung jawab atas kebutuhan air di kota Mekkah
dengan melaksanakan nadzarnya atau menjadi Ayah yang menjaga anak-anaknya.

Malam harinya,
dengan tubuh lelah, Abdul Muthalib tertidur. Tiba-tiba, dalam tidur, dia
bermimpi mendengar suara yang bergema berulang-ulang, “Temukan Sumur Zamzam
itu, wahai Abdul Muthalib! Temukan Sumur Zamzam! Temukan..!”. Abdul Muthalib
terbangun dengan keyakinan dan semangat baru. Esoknya, dia mengajak Harits
menggali dan menggali lebih giat.

Pancaran
Pertama yabg Dirindukan

“Kasihan
Abdul Muthalib, mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya!” kata mereka
satu sama lain. Suatu saat, ketika mereka sedang menggali di antara berhala
Isaf dan Na’ila, air membersit. “Air! Harits! Lihat, ada air!” seru
Abdul Muthalib saking kagetnya. “Ayo kita gali terus, Ayah! Ayo gali
terus!”

Ketika mereka
menggali lebih dalam, tampaklah pedang-pedang dan pelana emas yang pernah
ditaruh oleh Mudzaz bin Amr dahulu. Melihat penemuan itu, orang orang Quraisy
datang berbondong bondong. “Abdul Muthalib, mari kita berbagi air dan
harta emas itu!” pinta mereka.

“Tidak! Tetapi,
marilah kita mengadu nasib di antara aku dan kamu sekalian dengan permainan
qidh (anak panah). Dua anak panah buat Ka’bah, dua buat aku, dan dua buat kamu.
Kalau anak panah itu keluar, dia mendapat bagian. Kalau tidak, dia tidak
mendapat apa-apa.”

Usul ini
disetujui. Juru qidh mengundinya di tengah-tengah berhala di depan Ka’bah.
Ternyata, anak panah Quraisy tidak ada yang keluar. Pemenangnya adalah Abdul
Muthalib dan Ka’bah.

Oleh karena
itu, Abdul Muthalib dapat meneruskan tugasnya mengurus air dan keperluan para
tamu Mekah setelah Sumur Zamzam memancar kembali. Mengingat beratnya tugas itu.
Abdul Muthalib sangat ingin agar dia mempunyai banyak anak laki-laki yang dapat
membantunya. Kemudian Abdul Muthalib memasang pedang-pedang yang ditemukannya
itu di pintu Ka’bah, sedangkan pelana pelana emas ditaruh di dalam rumah suci
itu sebagai perhiasan.

Tebusan 100
Unta

Dengan
mem”baja”kan hati, Abdul Muthalib 
menuntun Abdullah menuju sebuah tempat di dekat sumur Zamzam yang
terletak di antara dua berhala Isaf dan Na’ila. Di tempat itulah biasanya orang
orang Mekah melakukan pengurbanan hewan untuk dewa-dewa mereka. Namun,
masyarakat semakin keras menghalangi Abdul Muthalib melakukan niatnya. Akhirnya,
kekerasan hatinya pun luluh. “Baiklah, tetapi apa yang harus kulakukan agar
berhala tetap berkenan kepadaku?”

“Kalau
penebusannya dapat dilakukan dengan harta kita, kita tebuslah,” kata
Mughirah bin Abdullah dari suku Makhzum. Setelah diadakan perundingan, mereka
sepakat menemui seorang dukun di Yatsrib. “Berapa tebusan kalian?” tanya
dukun wanita itu. “Sepuluh ekor unta.” Jawab Abdul Muthalib, “Kembalilah
ke negeri kalian. Sediakan tebusan 10 ekor unta. Kemudian undi antara unta dan
anak itu. Jika yang keluar nama anakmu, tambahlah jumlah untanya, kemudian undi
lagi sampai nama unta yang keluar.”.

Mereka pulang
dengan lega dan segera mengundi dengan anak panah. Ternyata yang keluar adalah
nama Abdullah. Mereka menambahkan tebusan unta dan mengundi lagi. Ternyata,
lagi-lagi nama Abdullah yang keluar. Demikianlah, Abdul Muthalib menambah dan
menambah terus jumlah unta.

Ketika jumlah
unta sudah mencapai 100 ekor, barulah nama unta yang keluar. “Dewa sudah
berkenan,” seru orang-orang. “Tidak,” bantah Abdul Muthalib. “Harus
dilakukan sampai 3 kali.” Akhirnya, setelah 3 kali dikocok, yang keluar
adalah nama unta. 100 ekor unta itu pun disembelih dan dibiarkan begitu saja
tanpa disentuh manusia dan hewan karena mereka beranggapan bahwa unta itu untuk
dewa.

Keturunan 2
Orang yang Disembelih

Diriwayatkan
dari Rasulullah bahwa beliau bersabda; “Aku adalah anak dua orang yang
disembelih.”. Yang dimaksud oleh beliau (SAW) adalah Nabi Ismail nenek
moyangnya, dan Abdullah ayahnya. 

Pondok Pesantren Darun Nun Malang

Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Facebook
Twitter
WhatsApp