Rantau Panjang Tabir: Menjaga Tradisi di Tengah Perubahan
Oleh: Hanifia Laila Harisi
Rantau Panjang di Tabir, Kabupaten Merangin, Jambi, memiliki sejarah panjang sebagai desa tertua di Provinsi Jambi yang diperkirakan dihuni oleh Suku Batin selama sekitar 700 tahun. Desa ini dikenal dengan perkampungan “Rumah Tuo” yang menjadi saksi bisu perkembangan peradaban kebudayaan masyarakat setempat.
Daerah ini dikenal dengan pelestarian budaya dan adat istiadat adat yang sampai sekarang masih sangat di lestarikan oleh warga setempat, banyak tradisi yang di lestarikan oleh warga setempat salah satunya :
- Rumah Tuo Rantau Panjang adalah rumah adat milik suku Batin yang telah berdiri sejak abad ke-14, tepatnya dibangun pada tahun 1330. Meskipun sudah berusia ratusan tahun, rumah ini tetap dipertahankan dan pada tahun 1996 ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
Rumah ini terbuat dari kayu ulin dengan atap ijuk (yang kini sebagian diganti seng), dan disusun tanpa menggunakan paku atau engsel, melainkan teknik sambung pasak dan tumpu. Denah serta ukurannya cenderung seragam pada tiap bangunan.
Keunikan arsitektur dan kekayaan nilai tradisi membuat pembangunan rumah ini tidak bisa dilakukan sembarangan, karena masyarakat setempat sangat menjunjung tinggi adat dan berupaya menjaga keberlangsungannya hingga ke generasi berikutnya.
- Keunikan berpakaian bagi para Wanita di sana, Wanita dui tabir biasanya menggunakan kain sarung batik dan baju kurung untuk membedakan antara pakain para gadis dan Maka ada perbedaan ciri khas, dalam pemasangan kain sarung batik kepada wanita. Untuk para wanita yang masih gadis ikatan sarung nya sangat rapi sedangkan untuk wanita yang sudah berkeluarga ikatan kain sarung batiknya aggak sedikit tidak rapi.
Pakaian ini tidak hanya digunakan dalam acara-acara besar saja akan tetapi keeharian Wanita-wanita di sana menggunakannya untuk kesehariaannya.
Tak hanya itu, para lansia kebanyakan mengkonsumsi daun sirih yang di letakkan pada bagian kanan bibir serta di kunyah kunyah bagaikan sedang mengunyah permen karet.
- Tradisi bantai atau biasa orang-orang menyebutkan dengan memantai yang mana tradisi ini merupakan tradisi untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan Adapun tradisi ini rangkaian acaranya biasanya membantai atau menyembeli sapi atau kerbau tapi biasanya Masyarakat setempat kebanyakan membantai kerbau yang terdiri dari 30-60 ekor kerbau.
- Tradisi besilek penyudon, besilek disini memiliki arti silat dan penyudon artinya sudah atau penyelesaian jadi silek penyudon ini memiliki arti silat penyelesain atau penutupan yang mana penyelesaiannya ini adalah penyelesaian perayaan hari raya idul fitri Setelah dilakukan penutup Silek Penyudon, masyarakat akan kembali beraktivitas bekerja seperti biasa.
Lokasi untuk perayaan ini biasanya di lakukan di depan rumah adat mereka yaitu rumah tuo.
Keberlangsungan budaya dan adat istiadat di Rantau Panjang Tabir menunjukkan bahwa perkembangan zaman tidak harus menghilangkan nilai-nilai tradisional. Di tengah arus modernisasi yang pesat, masyarakat setempat berhasil merawat peninggalan leluhur dengan rasa tanggung jawab dan penghormatan yang tinggi. Pelestarian rumah adat, busana khas, serta berbagai tradisi seperti bantai dan silek penyudon menjadi bukti nyata kekayaan budaya yang mereka miliki. Usaha menjaga tradisi ini tidak sekadar sebagai bentuk penghargaan terhadap masa lalu, tetapi juga menjadi aset berharga bagi generasi yang akan datang.
Dengan segala keunikan dan kekayaan tradisi yang dimiliki, Rantau Panjang di Tabir tidak hanya berfungsi sebagai saksi sejarah, tetapi juga sebagai simbol ketahanan budaya di tengah perubahan zaman. Upaya masyarakat setempat dalam melestarikan adat istiadat, seperti Rumah Tuo, pakaian tradisional, dan berbagai ritual yang diwariskan dari generasi ke generasi, menunjukkan betapa pentingnya identitas budaya bagi mereka.
Tradisi-tradisi ini bukan sekadar warisan, melainkan juga pengikat komunitas yang memperkuat rasa kebersamaan dan saling menghormati. Dalam menghadapi tantangan modernisasi, Rantau Panjang tetap berkomitmen untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ada, sehingga generasi mendatang dapat terus merasakan dan menghargai kekayaan budaya yang ada. Dengan demikian, Rantau Panjang bukan hanya sekadar lokasi, tetapi juga sebuah perjalanan yang mengajarkan kita untuk menghargai dan melestarikan warisan budaya yang tak ternilai.